Search

Laman

Friday, 14 September 2012

TUGAS PKN


BATANG TUBUH UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelompok : 7
Anggota Kelompok

Nama
NIM
1. Dico Aggi P.
J3J212290
2. Hadid Asykar AQ.
J3J212304
3. Rotua Debora
J3J212315



PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012


DAFTAR ISI

Daftar isi …………………………………………………………………..  2
Bab I.    Pendahuluan……………………………………………………… 3
   1.1. Latar Belakang....................................................................................  3
   1.2. Rumusan masalah................................................................................ 3
   1.3. Tujuan.................................................................................................. 3
Bab II.   Pembahasan .................................................................................... 4
 2.1. Pengertian............................................................................................ 4
 2.2. Sejarah................................................................................................. 4
 2.3. Pandangan umum................................................................................ 4
 2.4. Materi undang-undang........................................................................ 5
 2.5. Tahapan pembentukan undang-undang..............................................  5
 2.6. Undang-undang Fakir Miskin..............................................................            6
Bab III. Kesimpulan...................................................................................... 11
 3.1. Kesimpulan.......................................................................................... 11
Daftar Pustaka............................................................................................... 12















BAB I PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang
         Dikala ini banyak masyarakat indonesia yang lupa akan aturan yang telah dibuat untuk kemakmuran bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara di indonesia. Sehingga memang pantas jika ternyata akhir-akhir ini kriminalitas di negara kita meningkat drastis dibandingkan dengan masa sebelumnya. Keadaan ini tentunya akan memberikan pengaruh buruk bagi kemajuan bangsa tercinta ini.
          Hal seperti ini disebabkan karena masyarakat kurang mengetahui mengenai aturan-aturan yang berlaku di indonesia. Tak diherankan bila ternyata mereka pun tak mengetahui mengenai Batang Tubuh UU yang telah ada sebelum dibuatnya UUD pada tahun 1945. Semakin banyaknya yang tak mengetahui aturan-aturan ini menyebabkan meraja relanya kemiskinan di negeri ini.
          Oleh karena itu kami membuat makalah ini untuk memberikan informasi mengenai Batang Tubuh UU. Selain itu kami ingin mengetahui penerapan Batang Tubuh UU ini di masyarakat, terutama dalam masalah penanganan masalah fakir miskin yang kini semakin bertambah.

1.2.Rumusan masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas kami merumuskan masalah yang dihadapi adalah :
a.       Seperti apakah sebenarnya Batang Tubuh UU mengenai fakir miskin?
b.      Apakah yang seharusnya didapatkan oleh fakir miskin?
c.       Bagaimanakah cara menangani fakir miskin menurut Batang Tubuh UU?

1.3.Tujuan
            Mengetahui mengenai batang tubuh UU yang dibuat di Indonesia. Dapat memahami situasi dan kondisi fakir miskin yang terdapat diI indonesia. Mengetahui penanganan fakir miskin menurut batang tubuh UU di Indonesia.


BAB II PEMBAHASAN


2.1.Pengertian
          Undang-Undang / Perundang-undangan (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya.

2.2. Sejarah
Undang-undang (bahasa Inggris: Legislation - dari bahasa Latin lex, legis yang berarti hukum) berarti sumber hukum, semua dokumen yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan mengikuti prosedur tertulis.
Konsep hukum yang didefinisikan oleh sebuah laporan dari kontrak dan Perjanjian (yang hasil dari negosiasi antara sama (dalam hal hukum)), kedua dalam hubungan dengan sumber-sumber hukum lainnya: tradisi (dan kebiasaan), kasus hukum, undang-undang dasar (Konstitusi, "Piagam Besar", dsb.), dan peraturan-peraturan dan tindakan tertulis lainnya dari eksekutif, sementara undang-undang adalah karya legislatif, sering diwujudkan dalam parlemen yang mewakili rakyat.
Kekuasaan legislatif biasanya dilaksanakan:
a.       dengan Kepala Negara hanya dalam rezim otoriter tertentu, kediktatoran atau kekuasaan mutlak;
b.      oleh Parlemen;
c.       dengan rakyat sendiri melalui referendum.

2.3.Pandangan umum
Hukum termasuk dalam serangkaian peraturan dan standar dalam suatu masyarakat tertentu. Hukum sering istilah generik untuk semua kegiatan, di mana pun mereka berada dalam hirarki standar (konstitusi, hukum atau pengertian formal peraturan ketat).
Dari segi bentuknya, hukum adalah perbuatan hukum oleh otoritas tertentu, biasanya DPR, yang sah dan memiliki kapasitas untuk memimpin. Di negara-negara yang mengenal suatu bentuk pemisahan kekuasaan, hukum adalah sebuah standar hukum yang diadopsi oleh badan legislatif dalam bentuk dan prosedur yang ditentukan oleh hukum konstitusional setempat. Penerapannya kemudian dapat ditentukan oleh teks yang dikeluarkan oleh eksekutif, sebagai pelaksanaan Keputusan, dan juga akan dijelaskan lebih lanjut oleh penafsiran di pengadilan.
Aturan hukum adalah alat yang tersedia bagi para pengacara yang memungkinkan untuk bekerja sesuai dengan cita-cita keadilan. Setiap kebebasan atau hak pasti menyatakan, harus dilaksanakan sepenuhnya, kewajiban toleransi dan hormat, atau tanggung jawab.

2.4.Materi undang-undang
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.

2.5.Tahapan pembentukan undang-undang
2.5.1. Persiapan
Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diajukan oleh DPR atau Presiden.
RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden kepada DPR, dengan ditegaskan menteri yang ditugaskan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR. DPR kemudian mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden kemudian menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima.
DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR mengenai hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2.5.2. Pembahasan
Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai dengan kewenangannya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
2.5.3. Pengesahan
Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak boleh diajukanlagi dalam persidangan masa itu.
RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.
RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui oleh DPR dan Presiden. Jika dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

2.6.Undang-undang Fakir Miskin
Undang-undang republik indonesia nomor 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin dengan rahmat tuhan yang maha esa, presiden republik indonesia,
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
b. bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara bertanggung jawab untuk memelihara fakir miskin
guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan;
c. bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada huruf b, diperlukan kebijakan pembangunan nasional yang berpihak pada fakir miskin secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
d. bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar bagi fakir miskin masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang terintegrasi dan terkoordinasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Penanganan Fakir Miskin;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4), dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
2. Penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah,terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.
3. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.
4. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Penanganan fakir miskin berasaskan:
a. kemanusiaan;
b. keadilan sosial;
c. nondiskriminasi;
d. kesejahteraan;
e. kesetiakawanan; dan
f. pemberdayaan.
(Kenyataannya pada saat ini apa yang diprogramkan oleh pemerintah belum maksimal. Bahkan hampir setiap program yang direncanakan tidak sesuai apa yang diharapkan dengan yang tercantum di pasal tersebut.)
Pasal 3
Fakir miskin berhak:
a. memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan;
b. memperoleh pelayanan kesehatan;
c. memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya;
d. mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya;
e. mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial dalam membangun, mengembangkan, serta memberdayakan diri dan keluarganya;
f. memperoleh derajat kehidupan yang layak;
g. memperoleh lingkungan hidup yang sehat;
h. meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan; dan
i. memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha.
(Pada kenyataannya pasal-pasal tersebut bertolak belakang dengan realita saat ini. Masih banyak rakyat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak baik pekerjaan maupun pemenuhan kebutuhan yang di inginkan. Semua ini disebabkan oleh kedua belah pihak baik pemerintah maupun fakir miskin itu sendiri. Seperti pemerintah yang tidak menjalankan program yang tidak maksimal yang seharusnya dapat dirasakan oleh masyarakat tetapi disamping itu masyarakat juga belum dapat berpikir untuk berusaha secara mandiri. Contoh ; banyak masyarakat yang hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah,tidak ingin berusaha untuk lebih maju.)

Pasal 4
Fakir miskin bertanggung jawab:
a. menjaga diri dan keluarganya dari perbuatan yang dapat merusak kesehatan, kehidupan sosial, dan ekonominya;
b. meningkatkan kepedulian dan ketahanan sosial dalam bermasyarakat;
c. memberdayakan dirinya agar mandiri dan meningkatkan taraf kesejahteraan serta berpartisipasi dalam upaya penanganan kemiskinan; dan
d. berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan bagi yang mempunyai potensi.
(Jika ditinjau dari pasal tersebut hal-hal yang telah disebutkan tidak dijalankan dengan baik. Karena masyarakat kurang mengetahui dan mendukung pasal tersebut sehingga menyebabkan banyaknya terjadi kriminalitas dan kesenjangan sosial yang sering terjadi.)

Pasal 5
Penanganan fakir miskin dilaksanakan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 6
Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada:
a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau
d. masyarakat.

Pasal 7
Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk:
a. pengembangan potensi diri;
b. bantuan pangan dan sandang;
c. penyediaan pelayanan perumahan;
d. penyediaan pelayanan kesehatan;
e. penyediaan pelayanan pendidikan;
f. penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha;
g. bantuan hukum; dan/atau
h. pelayanan sosial.
(2) Penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberdayaan kelembagaan masyarakat;
b. peningkatan kapasitas fakir miskin untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha;
c. jaminan dan perlindungan sosial untuk memberikan rasa aman bagi fakir miskin;
d. kemitraan dan kerja sama antarpemangku kepentingan; dan/atau
e. koordinasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
(Penanganan fakir miskin bila di tinjau saat ini kurang memuaskan karena pelaksanaannya tidak merata hingga ketempat-tempat yang sulit dijangkau. Sehingga memnyebabkan ketidak adil-an dalam menjalankan tugas penanganan terhadap fakir miskin.)


BAB III KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Batang tubuh UU yang dibuat untuk fakir miskin di Indonesia sudah bisa menyelesaikan masalah fakir miskin di indonesia. Namun walaupun aturan yang dibuat ini dapat menyelesaikan masalah fakir miskin bergantung juga pada pelaksanaan aturan-aturan tersebut di masyarakat. Sehingga keadaan fakir miskin di indonesia semakin memburuk dan bertambah jumlahnya hal ini disebabkan oleh batang tubuh UU yang telah disusun tidak terlaksana sesuai dengan yang dicantumkan dalam aturan tersebut. Penanganan fakir miskin sendiri cukup dengan yang telah dituliskan dalam Batang Tubuh UU tersebut hanya saja tinggal pelaksanaannya masih kurang mendukung baik dari sisi pelaksana maupun sarananya.


DAFTAR PUSTAKA


1.      www.depkumham.go.id
2.      http://www.prasko.com/2011/08/pengertian-undang-undang-dan-peraturan.html
3.      http://www.depsos.go.id/users/dicksan/2011/depsos.go.id/produk%20hukum/uu_no.13-2011.pdf

No comments:

Post a Comment